Pemilu Indonesia dari masa ke masa
Sepanjang sejarah,
Indonesia telah menyelenggarakan 11 kali pemilihan umum (Pemilu), yaitu pada
tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009 dan 2014 yang
saat ini masih berlangsung.
Pemilu pertama tahun
1955 bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan konstituante. Pemilu ini
seringkali disebut sebagai Pemilu yang paling demokratis. Lantas bagimana pemilu-pemilu
selanjutnya? Berikut ini warna-warni pemilu Indonesia dari masa ke masa.
1. Pemilu 1955
Pemilu 1955 adalah pemilihan umum pertama di
Indonesia setelah kemerdekaan tahun 1945. Inilah tonggak pertama masyarakat
Indonesia belajar demokrasi. Situasi keamanan yang belum kondusif, kabinet yang
penuh friksi, dan gagalnya pemerintahan baru menyiapkan perangkat undang-undang
mengakibatkan pemilu baru bisa dilaksanakan 10 tahun setelah kemerdekaan.
Dalam pemilu pertama ini masyarakat memilih
anggota-anggota DPR dan Konstituante atau lembaga negara yang bertugas
membentuk Undang-Undang Dasar baru menggantikan UUD Sementara 1950.
Pemilu tahun 1955 diadakan dalam dua periode,
yaitu pada 29 September masyarakat memilih anggota DPR, kemudianpada periode
kedua pada 15 Desember memilih anggota Konstituante. Tak kurang dari 80 partai
politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri.
Pemilu ini menghasilkan angggota DPR sebanyak
272 orang, 17 fraksi yang mewakili 28 partai peserta pemilu, organisasi, dan
perkumpulan pemilih. Sedangkan anggota Konstituante berjumlah 542 orang.
2. Pemilu 1971
Pasca huru-hara gerakan 30 september Partai
Komunis Indonesia pada tahun 1966 Presiden Soekarno lengser. Tahun 1968
Soeharto ditetapkan oleh MPR Sementara sebagai presiden.
Pemilu kedua digelar tahun 1971 diikuti oleh 10 partai politik. Hal baru pada pemilu tahun ini adalah ketentuan yang mengharuskan semua pejabat negara harus netral. Ini berbeda dengan pemilu tahun 1955 di mana para pejabat negara yang berasal dari partai ikut menjadi calon partai secara formal.
Pemilu kedua digelar tahun 1971 diikuti oleh 10 partai politik. Hal baru pada pemilu tahun ini adalah ketentuan yang mengharuskan semua pejabat negara harus netral. Ini berbeda dengan pemilu tahun 1955 di mana para pejabat negara yang berasal dari partai ikut menjadi calon partai secara formal.
Namun, dalam prakteknya, para pejabat negara
berpihak ke salah satu peserta pemilu yaitu Golongan Karya. “Rekayasa politik”
orde baru yang berlangsung hingga 1998 di mulai pada tahun ini. Sejumlah
kebijakan ditelurkan demi menguntungkan Golongan Karya.
Pemenang Pemilu : Golongan Karya (Golkar)
Pemenang Pemilu : Golongan Karya (Golkar)
Peserta : 9 partai + 1 organisasi masyarakat
3. Pemilu Orde Baru
(1977-1997)
Pasca pemilu 1971 ada lima pemilu yang
diselenggarakan di bawah rezim orde baru, yaitu pemilu tahun 1977, 1982, 1987,
1992, dan 1997. Lima pemilu itu berlangsung “seragam” dan diikuti oleh dua
partai yaitu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia
(PDI) serta satu Golongan Karya (Golkar). Pemilu selalu dimenangkan oleh Golkar
dan MPR terus-menerus menunjuk Soeharto sebagai presiden.
Setelah pemilu 1971 yang diikuti 10 konstestan,
terbitlah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar.
Undang-Undang baru ini mengatur soal penggabungan partai politik. Sembilan
partai politik yang ada diciutkan menjadi hanya dua. Partai-partai beraliran
islam bergabung dalam satu wadah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sementara,
partai-partai di luar islam bergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Kedua
partai itu bertarung dengan Golongan Karya dalam setiap pemilu di masa orde
baru.
4. Pemilu 1999
Pemilu 1999 merupakan tonggak baru demokrasi
Indonesia. Penguasa Orde Baru Soeharto mundur pada 20 Mei 1998 digantikan BJ
Habibie yang semula wakil presiden. Roh demokrasi yang semasa rezim orde baru
dipasung hidup kembali.
Ratusan partai politik terbentuk dan
mendaftarkan diri sebagai peserta pemilu.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) meloloskan 48 partai
politik. Golkar yang semula bukan partai berubah menjadi partai politik. Lima
besar partai pemenang pemilu adalah: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP), Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN). Meski PDIP sebagai partai
pemenang pemilu, namun memilih Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari PKB
sebagai presiden sedangkan Ketua Umum PDIP Megawati sebagai wakil presiden.
5. Pemilu 2004
Pemilu 2004 menjadi catatan sangat penting dalam
sejarah pemilu di Indonesia. Pada tahun ini untuk pertama kali rakyat Indonesia
memilih langsung wakilnya di DPR serta pasangan presiden dan wakil presiden.
Sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR. Pelaksanaan pemilu
dibagi menjadi dua yaitu pemilu legislatif dan pemilu presiden. Lima besar
pemilu legislatif 2004 adalah; Partai Golkar, PDIP, PKB, PPP, dan Partai
Demokrat.
Pemilu Presiden
Pemilu presiden tahun 2004 diikuti lima pasang
calon yaitu, Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla (SBY-JK), Megawati
Soekarnoputri–Hasyim Muzadi, Wiranto-Solahuddin Wahid, Amien Rais–Siswono
YudoHusodo, dan Hamzah Haz–Agum Gumelar.
Karena tidak ada yang memperoleh suara 50 persen
plus satu, maka diselenggarakan putaran kedua yang diikuti oleh dua besar,
yaitu pasangan SBY-JK dan Megawati-Hasyim Muzadi. Pemilu Presiden dimenangkan
oleh SBY-JK.
6. Pemilu 2009
Pemilu Legislatif 2009 digelar pada 9 April 2009
diikuti 38 partai politik. Ribuan calon anggota legislatif memperebutkan 560
kursi DPR, 132 kursi DPD, dan banyak kursi di DPRD tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
Untuk pertama kalinya, sistem sistem
proporsional terbuka diterapkan pada Pileg 2009. Melalui sistem ini, pemilih
tak lagi memilih partai politik, melainkan caleg. Penetapan calon terpilih pada
suatu daerah pemilihan dilakukan berdasarkan perolehan suara terbanyak, bukan
nomor urut.
Sebanyak 121.588.366 pemilih yang tersebar di 33
provinsi di Indonesia berpartisipasi dalam pileg 2009. Partai Demokrat yang
dipimpin oleh Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berhasil
memenangi pileg 2009 dengan meraup 21.703.137 suara (20,85) persen.
Selain itu, ada 8 partai lainnya yang lolos
parliamentary threshold, yakni, Partai Golkar, PDI Perjuangan, Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, dan Partai Gerindra.
Pemenang Pemilu Presiden: Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono
7.
Pemilu 2014
Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun
2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk
masa bakti2014-2019. Pemilihan ini
menjadi pemilihan presiden langsung ketiga di Indonesia. Presiden petahana Susilo Bambang Yudhoyono tidak dapat maju
kembali dalam pemilihan ini karena dicegah oleh undang-undang yang melarang
periode ketiga untuk seorang presiden. Menurut UU Pemilu 2008, hanya partai
yang menguasai lebih dari 20% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau memenangi 25%
suara populer dapat mengajukan kandidatnya. Undang-undang ini sempat digugat
di Mahkamah Konstitusi, namun pada bulan Januari
2014, Mahkamah memutuskan undang-undang tersebut tetap berlaku.
Pemilihan umum ini
akhirnya dimenangi oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan
memperoleh suara sebesar 53,15%, mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang
memperoleh suara sebesar 46,85% sesuai dengan keputusan KPU RI pada 22 Juli
2014. Presiden dan Wakil Presiden terpilih dilantik pada tanggal 20 Oktober
2014, menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono.
Hujan sudah reda diluar sana, nampaknya langit
sudah puas menyatakan kerinduanya pada bumi, aku lantas beranjak dari kursi
kedai itu, menuju meja kasir yang tinggi, pelayan tua itu menatapku lalu
tersenyum megucapkan terimakasih, aku hanya membalas senyum sekedarnya.
Perasaanku masih campur aduk dan terasa sesak.
Aku melangkah gontai keluar kedai, berjalan
menuju Statsiun hendak meninggalkan kota ini, dan aku berjanji, minggu depan
aku kan datang lagi ke kota ini, menjadi saksi ucapan janji abadi sehidup
semati antara Key dan Amerina. aku akan hadapi semuanya, lari dari kenyataan
adalah tidakan bodoh, bahwasanya sejauh apapun kita pergi, tak akan pernah
membantu melupakan orang yang kita sayangi, yang membantu hanyalah sikap
menerima kenyataan.
Biarlah aku menelan semua pahit dan sakit nya
perasaan ini Key, dan waktu yang akan mencernanya. Karena aku tahu, Rasa sakit
ini hanya bersifat sementara, Karena secorong es krim akan menjadi obatnya,
bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar