HARI ASYURA 10
MUHARRAM ANTARA
SUNNAH DAN
BID’AH
Hari Asyura (عاشوراء ) adalah hari ke-10
pada bulan Muharram dalam kalender Islam. Sedangkan asyura sendiri
berarti kesepuluh.
Hari ini menjadi terkenal karena bagi
kalangan Syi'ah dan
sebagian Sufi merupakan
hari berkabungnya atas kesyahidan Husain
bin Ali, cucu dari Nabi Islam Muhammad pada Pertempuran Karbala tahun 61 H (680). Akan tetapi, Sunni meyakini bahwa Nabi Musa berpuasa pada
hari tersebut untuk mengekspresikan kegembiraan kepada Tuhan karena kaum Yahudi
sudah terbebas dari Fira'un (Exodus).
Menurut tradisi Sunni, Nabi Muhammad berpuasa pada hari tersebut dengan jumlah dua
hari dengan tujuan menyelisihi umat Yahudi danNasrani, dan
meminta orang-orang pula untuk berpuasa.
SEJARAH DAN KEUTAMAAN
PUASA ASYURA
Sesungguhnya
hari Asyura (10 Muharram) meski merupkan hari bersejarah dan diagungkan, namun
orang tidak boleh berbuat bid’ah di dalamnya. Adapun yang dituntunkan syariat
kepada kita pada hari itu hanyalah berpuasa, dengan dijaga agar jangan sampai
tasyabbuh dengan orang Yahudi.
“Orang-orang
Quraisy biasa berpuasa pada hari asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melakukannya pada masa jahiliyyah. Tatkala
beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan
umatnya untuk berpuasa.”
“Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, kemudian beliau melihat
orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya :”Apa ini?”
Mereka menjawab :”Sebuah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah
menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu
sebagai wujud syukur. Maka beliau Rasulullah menjawab :”Aku lebih berhak
terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu
sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu.”
Dua
hadits ini menunjukkan bahwa suku Quraisy berpuasa pada hari Asyura di masa
jahiliyah, dan sebelum hijrahpun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
melakukannya. Kemudian sewaktu tiba di Madinah, beliau temukan orang-orang
Yahudi berpuasa pada hari itu, maka Nabi-pun berpuasa dan mendorong umatnya
untuk berpuasa.
Diriwayatkan
pada hadits lain.
“Artinya
: Ia adalah hari mendaratnya kapal Nuh di atas gunung “Judi” lalu Nuh berpuasa
pada hari itu sebagai wujud rasa syukur”
“Artinya
: Abu Musa berkata : “Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan
mereka menjadikannya sebagai hari raya, maka Rasulllah Shallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Puasalah kalian pada hari itu”
“Artinya
:Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa di hari Asyura,
maka beliau menjawab : “Puasa itu bisa menghapuskan (dosa-dosa kecil) pada
tahun kemarin”
CARA BERPUASA DI HARI
ASYURA
Berpuasa
selama 3 hari tanggal 9, 10, dan 11 Muharram
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan lafadz sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam al-Huda dan al-Majd Ibnu Taimiyyah dalam al-Muntaqa 2/2:
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan lafadz sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam al-Huda dan al-Majd Ibnu Taimiyyah dalam al-Muntaqa 2/2:
“Selisihilah
orang Yahudi dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya.”
Dan
pada riwayat ath-Thahawi menurut penuturan pengarang Al-Urf asy-Syadzi:
“Puasalah
pada hari Asyura dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya dan janganlah
kalian menyerupai orang Yahudi.”
Namun
di dalam sanadnya ada rawi yang diperbincangkan. Ibnul Qayyim berkata (dalam
Zaadud Ma’al 2/76):”Ini adalah derajat yang paling sempurna.” Syaikh Abdul Haq
ad-Dahlawi mengatakan:”Inilah yang Utama.”
Ibnu
Hajar di dalam Fathul Baari 4/246 juga mengisyaratkan keutamaan cara ini. Dan
termasuk yang memilih pendapat puasa tiga hari tersebut (9, 10 dan 11 Muharram)
adalah Asy-Syaukani (Nailul Authar 4/245) dan Syaikh Muhamad Yusuf Al-Banury
dalam Ma’arifus Sunan 5/434
Namun
mayoritas ulama yang memilih cara seperti ini adalah dimaksudkan untuklebih
hati-hati.Ibnul Qudamah di dalam Al-Mughni 3/174 menukil pendapat Imam Ahmad
yang memilih cara seperti ini (selama tiga hari) pada saat timbul kerancuan
dalam menentukan awal bulan.
Berpuasa
pada tanggal 9 dan 10 Muharram
Mayoritas
Hadits menunjukkan cara ini:
“Artinya
: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyura dan
memerintahkan berpuasa. Para shahabat berkata:”Ya Rasulullah, sesungguhnya hari
itu diagungkan oleh Yahudi.” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Di tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada tanggal 9.”,
tetapi sebelum datang tahun depan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah wafat.”
Dalam
riwayat lain :
“Artinya
: Jika aku masih hidup pada tahun depan, sungguh aku akan melaksanakan puasa
pada hari kesembilan.”
Al-Hafidz
Ibnu Hajar berkata (Fathul Baari 4/245) :”Keinginan beliau untuk berpuasa pada
tanggal sembilan mengandung kemungkinan bahwa beliau tidak hanya berpuasa pada
tanggal sembilan saja, namun juga ditambahkan pada hari kesepuluh. Kemungkinan
dimaksudkan untuk berhati-hati dan mungkin juga untuk menyelisihi kaum Yahudi
dan Nashara, kemungkinan kedua inilah yang lebih kuat, yang itu ditunjukkan
sebagian riwayat Muslim”
“Artinya
: Dari ‘Atha’, dia mendengar Ibnu Abbas berkata:”Selisihilan Yahudi,
berpuasalah pada tanggal 9 dan 10”.
Berpuasa
Dua Hari yaitu tanggal 9 dan 10 atau 10 dan 11 Muharram
“Berpuasalah pada hari Asyura dan selisihilah orang Yahudi, puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya”
“Berpuasalah pada hari Asyura dan selisihilah orang Yahudi, puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya”
Hadits
marfu’ ini tidak shahih karena ada 3 illat (cacat):
[a].
Ibnu Abi Laila, lemah karena hafalannya buruk.
[b].
Dawud bin Ali bin Abdullah bin Abbas, bukan hujjah
[c].
Perawi sanad hadits tersebut secara mauquf lebih tsiqah dan lebih hafal
daripada perawi jalan/sanad marfu’
Jadi
hadits di atas Shahih secara mauquf sebagaimana dalam as-Sunan al-Ma’tsurah
karya As-Syafi’i no 338 dan Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tahdzibul Atsar 1/218.
Ibnu
Rajab berkata (Lathaiful Ma’arif hal 49):”Dalam sebagian riwayat disebutkan
atau sesudahnya maka kata atau di sini mungkin karena keraguan dari perawi atau
memang menunjukkan kebolehan….”
Al-Hafidz
berkata (Fathul Baari 4/245-246):”Dan ini adalahl akhir perkara Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dahulu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam suka
menyocoki ahli kitab dalam hal yang tidak ada perintah, lebih-lebih bila hal
itu menyelisihi orang-orang musyrik. Maka setelah Fathu Makkah dan Islam
menjadi termahsyur, beliau suka menyelisihi ahli kitab sebagaimana dalam hadits
shahih. Maka ini (masalah puasa Asyura) termasuk dalam hal itu. Maka pertama kali
beliau menyocoki ahli kitab dan berkata :”Kami lebih berhak atas Musa daripada
kalian (Yahudi).”, kemudian beliau menyukai menyelisihi ahli kitab, maka beliau
menambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk menyelisihi ahli kitab.”
Ar-Rafi’i
berkata (at-Talhish al-Habir 2/213) :”Berdasarkan ini, seandainya tidak
berpuasa pada tanggal 9 maka dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 11.
Berpuasa
pada 10 Muharram saja Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/246) :”Puasa Asyura
mempunyai 3 tingkatan, yang terendah berpuasa sehari saja, tingkatan diatasnya
ditambah puasa pada tanggal 9, dan tingkatan diatasnya ditambah puasa pada
tanggal 9 dan 11. Wallahu a’lam.”
BID’AH-BID’AH DI HARI
ASYURA
[1].
Shalat dan dzikir-dzikir khusus, sholat ini disebut dengan sholat Asyura
[2].
Mandi, bercelak, memakai minyak rambut, mewarnai kuku, dan menyemir rambut.
[3].
Membuat makanan khusus yang tidak seperti biasanya.
[4].
Membakar kemenyan.
[5].
Bersusah-susah dalam kehausan dan menampakkan kesusahannya itu.
[6].
Doa awal dan akhir tahun yang dibaca pada malam akhir tahun dan awal tahun
(Sebagaimana termaktub dalam Majmu’ Syarif)
[7].
Menentukan berinfaq dan memberi makan orang-orang miskin
[8].
Memberi uang belanja lebih kepada keluarga.
[9].
As-Subki berkata (ad-Din al-Khalish 8/417):”Adapun pernyataan sebagian orang
yang menganjurkan setelah mandi hari ini (10 Muharram) untuk ziarah kepada
orang alim, menengok orang sakit, mengusap kepala anak yatim, memotong kuku,
membaca al-Fatihah seribu kali dan bersilaturahmi maka tidak ada dalil yg
menunjukkan keutamaan amal-amal itu jika dikerjakan pada hari Asyura. Yang
benar amalan-amalan ini diperintahkan oleh syariat di setiap saat, adapun
mengkhususkan di hari ini (10 Muharram) maka hukumnya adalah bid’ah.”
Ibnu
Rajab berkata (Latha’iful Ma’arif hal. 53) : “Hadits anjuran memberikan uang
belanja lebih dari hari-hari biasa, diriwayatkan dari banyak jalan namun tidak
ada satupun yang shahih. Di antara ulama yang mengatakan demikian adalah
Muhammad bin Abdullah bin Al-Hakam Al-Uqaili berkata :”(Hadits itu tidak
dikenal)”. Adapun mengadakan ma’tam (kumpulan orang dalam kesusahan, semacam
haul) sebagaimana dilakukan oleh Rafidhah dalam rangka mengenang kematian
Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhu maka itu adalah perbuatan orang-orang yang
tersesat di dunia sedangkan ia menyangka telah berbuat kebaikan. Allah dan
RasulNya tidak pernah memerintahkan mengadakan ma’tam pada hari lahir atau
wafat para nabi maka bagaimanakah dengan manusia/orang selain mereka”
Pada
saat menerangkan kaidah-kaidah untuk mengenal hadits palsu, Al-Hafidz Ibnu
Qayyim (al-Manar al-Munif hal. 113 secara ringkas) berkata : “Hadits-hadits
tentang bercelak pada hari Asyura, berhias, bersenang-senang, berpesta dan
sholat di hari ini dan fadhilah-fadhilah lain tidak ada satupun yang shahih,
tidak satupun keterangan yang kuat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
selain hadits puasa. Adapun selainnya adalah bathil seperti.
“Artinya
: Barangsiapa memberi kelonggaran pada keluarganya pada hari Asyura, niscaya
Allah akan memberikan kelonggaran kepadanya sepanjang tahun”.
Imam
Ahmad berkata : “Hadits ini tidak sah/bathil”. Adapun hadits-hadits bercelak,
memakai minyak rambut dan memakai wangi-wangian, itu dibuat-buat oleh tukang
dusta. Kemudian golongan lain membalas dengan menjadikan hari Asyura sebagai
hari kesedihan dan kesusahan. Dua goloangan ini adalah ahli bid’ah yang
menyimpang dari As-Sunnah. Sedangkan Ahlus Sunnah melaksanakan puasa pada hari
itu yang diperintahkan oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi
bid’ah-bid’ah yang diperintahkan oleh syaithan”.
Adapun
shalat Asyura maka haditsnya bathil. As-Suyuthi dalam Al-Lali 2/29 berkata :
“Maudhu’ (hadits palsu)”. Ucapan beliau ini diambil Asy-Syaukani dalam
Al-Fawaid Al-Majmu’ah hal.47. Hal senada juga diucapkan oleh Al-Iraqi dalam
Tanzihus Syari’ah 2/89 dan Ibnul Jauzi dalam Al-Maudlu’ah 2/122
Ibnu
Rajab berkata (Latha’ful Ma’arif) : “Setiap riwayat yang menerangkan keutamaan
bercelak, pacar, kutek dan mandi pada hari Asyura adalah maudlu (palsu) tidak
sah. Contohnya hadits yang dikatakan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
secara marfu.
“Artinya
: Barangsiapa mandi dan bersuci pada hari Asyura maka tidak akan sakit di tahun
itu kecuali sakit yang menyebabkan kematian”.
Hadits
ini adalah buatan para pembunuh Husain.
Adapun
hadits,
“Artinya
: Barangsiapa bercelak dengan batu ismid di hari Asyura maka matanya tidak akan
pernah sakit selamanya”
Maka
ulama seperti Ibnu Rajab, Az-Zakarsyi dan As-Sakhawi menilainya sebagai hadits
maudlu (palsu).
Hadits
ini diriwayatkan Ibnul Jauzi dalam Maudlu’at 2/204. Baihaqi dalam Syu’abul Iman
7/379 dan Fadhail Auqat 246 dan Al-Hakim sebagaimana dinukil As-Suyuthi dalam
Al-Lali 2/111. Al-Hakim berkata : “Bercelak di hari Asyura tidak ada satu pun
atsar/hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hal ini adalah bid’ah
yang dibuat oleh para pembunuh Husain Radhiyallahu ‘anhu.
KELEBIHAN BERPUASA 10 MUHARRAM DAN PERISTIWA-PERISTIWA YANG
TERJADI PADA HARI TERSEBUT
Dari Ibnu Abbas r.a berkata Rasulullah
S.A.W bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa pada hari Aasyura (10 Muharram)
maka Allah S.W.T akan memberi kepadanya pahala 10,000 malaikat dan sesiapa yang
berpuasa pada hari Aasyura (10 Muharram) maka akan diberi pahala 10,000 orang
berhaji dan berumrah, dan 10,000 pahala orang mati syahid, dan barang siapa
yang mengusap kepala anak-anak yatim pada hari tersebut maka Allah S.W.T akan
menaikkan dengan setiap rambut satu darjat. Dan sesiapa yang memberi makan
kepada orang yang berbuka puasa pada orang mukmin pada hari Aasyura, maka
seolah-olah dia memberi makan pada seluruh ummat Rasulullah S.A.W yang berbuka
puasa dan mengenyangkan perut mereka".
Lalu para sahabat bertanya Rasulullah
S.A.W: "Ya Rasulullah S.A.W, adakah Allah telah melebihkan hari Aasyura
daripada hari-hari lain?". Maka berkata Rasulullah S.A.W: "Ya, memang
benar, Allah Taala menjadikan langit dan bumi pada hari Aasyura, menjadikan
laut pada hari Aasyura, menjadikan bukit-bukit pada hari Aasyura, menjadikan
Nabi Adam dan juga Hawa pada hari Aasyura, lahirnya Nabi Ibrahim juga pada hari
Aasyura, dan Allah S.W.T menyelamatkan Nabi Ibrahim dari api juga pada hari
Aasyura, Allah S.W.T menenggelamkan Fir'aun pada hari Aasyura, menyembuhkan
penyakit Nabi Ayyub a.s pada hari Aasyura, Allah S.W.T menerima taubat Nabi
Adam pada hari Aasyura, Allah S.W.T mengampunkan dosa Nabi Daud pada hari
Aasyura, Allah S.W.T mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman juga pada hari
Aasyura, dan akan terjadi hari kiamat itu juga pada hari Aasyura!".
Hari Asyura
Hari Asyura (عاشوراء ) adalah hari ke-10 pada bulan Muharram dalam kalender
Islam. Sedangkan asyura sendiri berarti kesepuluh.
Hari ini
menjadi terkenal karena bagi kalangan Syi'ah dan sebagian Sufi merupakan hari berkabungnya atas kesyahidan Husain bin Ali, cucu dari Nabi Islam Muhammad pada Pertempuran Karbala tahun 61 H (680). Akan tetapi, Sunni meyakini bahwa Nabi Musa berpuasa pada hari tersebut untuk
mengekspresikan kegembiraan kepada Tuhan karena kaum Yahudi sudah terbebas dari
Fira'un (Exodus).
Menurut tradisi Sunni, Nabi Muhammad berpuasa pada hari tersebut dengan
jumlah dua hari dengan tujuan menyelisihi umat Yahudi danNasrani,[1] dan meminta orang-orang pula untuk
berpuasa.
Sejarah
Pada masa
pra-Islam, 'Asyura diperingati sebagai hari raya resmi bangsa Arab.
Pada masa itu orang-orang berpuasa dan bersyukur menyambut 'Asyura. Mereka
merayakan hari itu dengan penuh suka cita sebagaimana hari Nawruz yang
dijadikan hari raya di negeri Iran.
Dalam sejarah
Arab, hari 'Asyura (10 Muharram) adalah hari raya bersejarah. Pada hari itu
setiap suku mengadakan perayaan dengan mengenakan pakaian baru dan menghias
kota-kota mereka. Sekelompok bangsa Arab, yang dikenal sebagai kelompok Yazidi, merayakan hari
raya tersebut sebagai hari suka cita.
Asyura
Sunni
Sebelum Islam,
Hari Asyura sudah menjadi hari peringatan dimana beberapa orang Mekkah biasanya
melakukan puasa. Ketika Nabi Muhammad melakukan hijrah ke Madinah, ia
mengetahui bahwa Yahudi di daerah tersebut berpuasa pada hari Asyura - bisa
jadi saat itu merupakan hari besar Yahudi Yom Kippur.
Saat itu, Muhammad menyatakan bahwa Muslim dapat berpuasa pada hari-hari itu.
Di kalangan
suku Banjar yang merupakan muslim Sunni di Kalimantan, Hari Asyura dirayakan
ekspresi kegembiraan dengan membuat bubur
Asyura yang terbuat dari
beras dan campuran 41 macam bahan yang berasal dari sayuran, umbi-umbian dan
kacang-kacangan. Bubur Asyura tersebut akan disajikan sebagai hidangan berbuka puasa sunat Hari Asyura.
Hari Asyura
merupakan peringatan hal-hal di bawah ini dimana Muslim Sunni percaya terjadi
pada tanggal 10 Muharram, diantaranya adalah:
·
Hari diciptakannya
Nabi Adam dan hari tobatnya pula
·
Berlabuhnya bahtera Nabi Nuh di bukit Judi
·
Nabi Idris diangkat ke surga
·
Nabi Ibrahim selamat dari apinya Namrudz
·
Kesembuhan Nabi Yakub dari kebutaan dan ia dibawa bertemu
dengan Nabi Yusuf
·
Nabi Musa selamat dari pasukan Fir'aun saat menyeberangi Laut Merah
·
Nabi Sulaiman diberikan kerajaan besar dan menguasai
bumi
·
Nabi Yunus dikeluarkan dari perut paus
·
Nabi Isa diangkat ke surga setelah usaha
tentara Roma untuk menangkap dan menyalibnya gagal
Asyura
Syi'ah
Syahidnya Husain bin Ali
Tanggal 10
Muharram 61 H atau tanggal 10 Oktober 680 merupakan hari pertempuran Karbala yang terjadi di Karbala, Iraq sekarang. Pertempuran ini terjadi
antara pasukan Bani Hasyim yang dipimpin oleh Husain bin
Ali beranggotakan
sekitar 70-an orang melawan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Ibnu Ziyad, atas perintah Yazid bin Muawiyah, khalifah Umayyah saat itu.
Pada hari itu
hampir semua pasukan Husain bin
Ali, termasuk Husain-nya sendiri syahid terbunuh, kecuali pihak
perempuan, serta anak Husain yang sakit bernama Ali zainal
abidin bin Husain. Kemudian oleh Ibnu Ziyad mereka dibawa menghadap
Khalifah diDamaskus,
dan kemudian yang selamat dikembalikan ke Madinah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar