Mari kita baca dan renungkan bersama, semoga banyak hikmah yang
bisa kita petik, sehingga kita bisa meneladani beliau.
Kalau pakaian beliau terkoyak atau robek, Rasulullah shollallahu
'alaihi wasallam menambal dan menjahitnyanya sendiri tanpa perlu menyuruh
isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga maupun
untuk dijual.
Setiap kali beliau pulang ke rumah, bila dilihat tidak ada makanan
yang sudah masak untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyingsing lengan
bajunya untuk membantu istrinya di dapur.
Sayyidatina ‘Aisyah rodliyallahu 'anhaa menceritakan: ”Kalau Nabi
berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumah tangga.
Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan
cepat-cepat pulang kembali sesudah selesai sholat.
Pernah Rasulullah pulang pada waktu pagi. Tentulah beliau amat
lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tidak ada apa pun yang ada untuk di buat
sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena Sayyidatina ‘Aisyah rodliyallahu
'anhaa belum ke pasar. Maka beliau shollallahu 'alaihi wasallam bertanya,
“Belum ada sarapan ya Khumaira?” (Khumaira adalah panggilan mesra untuk
Sayidatina ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai yang kemerah-merahan)
Aisyah rodliyallahu 'anhaa menjawab dengan merasa agak serba
salah, “Belum ada apa-apa Yaa Rasulallah.”
Rasulullah lantas berkata, ”Kalau begitu saya puasa saja hari
ini.” tanpa sedikitpun tergambar rasa kesal di wajahnya.
Pernah Rasulullah bersabda, “sebaik-baik lelaki adalah yang paling
baik dan lemah lembut terhadap isterinya.”
Subhaanallaah....Prihatin, sabar dan tawadhuknya Rasulullah
sebagai kepala keluarga.
Pada suatu ketika Rasulullah menjadi imam sholat. Dilihat oleh
para sahabat, pergerakan beliau antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat
sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi kemerutuk seolah-olah sendi-sendi pada
tubuh beliau yang mulia itu bergeser antara satu sama lain. Sahabat Umar yang
tidak tahan melihat keadaan beliau itu langsung bertanya setelah selesai sholat
:
“Yaa Rasulallah, kami melihat seolah-olah tuan menanggung
penderitaan yang amat berat, apakah anda sakit yaa Rasulallah?”
“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, saya sehat dan segar” jawab
beliau.
“Yaa Rasulallah… mengapa setiap kali baginda menggerakkan tubuh,
kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh baginda?
Kami yakin anda sedang sakit…” desak Umar penuh cemas.
Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat
terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti sehelai kain yang
berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang
menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh baginda.
“Yaa Rasulallah! Adakah bila baginda menyatakan lapar dan tidak
punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat baginda?”
Lalu beliau menjawab dengan lembut dan senyum, ”Tidak para
sahabatku. saya tahu, apa pun akan kalian korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah
yang akan saya jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila saya sebagai pemimpin,
menjadi beban kepada umatnya?” “Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH
buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini lebih-lebih
lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”
Subhanallaah...betapa cintanya beliau kepada umatnya.....sedang
cinta kita kepada beliau??? apakah kita sering ingat pada beliau??? apakah kita
sering membaca sholawat untuk beliau??? apakah akhlak Rasulullah yang begitu
lembut, santun, pemaaf, ikhlas dan tawadlu' serta selalu menyentuh hati telah
kita teladani???
Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah
seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor.
Hanya diam dan bersabar saat kain surbannya diambil dengan kasar
oleh seorang Arab Badwi hingga berbekas merah di lehernya.
Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang
dikencingi si Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu.
Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH TA'ALA dan rasa kehambaan
dalam diri Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam yang tinggi menjadikan
beliau seorang yang tawadlu' yang tidak ingin dimuliakan.
Anugerah kemuliaan dari ALLAH tidak dijadikan sebab untuk merasa
lebih dari yang lain, ketika di depan umum maupun dalam kesendirian.
Ketika pintu Surga telah terbuka, seluas-luasnya untuk baginda,
baginda masih berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah,
hingga pernah baginda terjatuh, lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak.
Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang tinggi.
Bila ditanya oleh Sayyidatina ‘Aisyah rodliyallahu 'anhaa, “Yaa
Rasulallah, bukankah anda telah dijamin Surga? Mengapa anda masih bersusah
payah begini?”
Jawab baginda dengan lunak, “Yaa ‘Aisyah, bukankah saya ini
hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya saya ingin menjadi hamba-Nya yang
bersyukur.”
Rasulullah benar-benar sosok hamba yang sangat bersyukur
kepada-Nya, beliau mensyukuri semua anugerah yang beliau terima dengan ibadah
yang sungguh-sungguh....Subhaanallaah.....
Renungan untuk kita, bagaimana ibadah kita, sudahkah
sungguh-sungguh sebagaimana Rasulullah??? atau masih jauh dari rasa
sungguh-sungguh??? ataukah masih merasa berat atau merasa terbebani dengan
ibadah-ibadah yang Allah wajibkan pada kita??? jawabannya ada di hati kita
masing-masing....bila kita mau berfikir memang nikmat Allah pada kita banyak
sehingga tidak mungkin kita menghitungnya, tapi sayang banyak manusia yang
tidak mau memikirkan dan merenungkan nikmat-nikmat Allah yang telah
diberikan-Nya, terutama nikmat IMAN dan ISLAM.
Allah telah berfirman dalam QS. Al-Qolam ayat 4 yang terjemahnya
"Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak (berbudi
pekerti) yang agung"
Demikian sedikit apa yang ana bisa sampaikan tentang agungnya dan
mulianya Rasulullah, tidak lupa ana sampaikan terima kasih kepada siapa yang
menyempatkan waktu membaca artikel sederhana ini
Bismillahirrahmaanirrahiim
Diriwayatkan pada saat itu Rasulullah baru tiba dari Tabuk,
peperangan dengan bangsa Romawi yang kerap menebar ancaman pada kaum muslimin.
Banyak sahabat yang ikut beserta Nabi dalam peperangan ini. Tidak ada yang
tertinggal kecuali orang-orang yang berhalangan dan ada uzur.
Saat mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah
berjumpa dengan seorang tukang batu. Ketika itu Rasulullah melihat tangan buruh
tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti
terpanggang matahari.
Sang manusia Agung itupun bertanya, “Kenapa tanganmu kasar
sekali?"
Si tukang batu menjawab, "Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar."
Si tukang batu menjawab, "Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar."
Rasulullah adalah manusia paling mulia, tetapi orang yang paling
mulia tersebut begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari
nafkah yang halal, Rasulpun menggenggam tangan itu, dan menciumnya seraya
bersabda,
"Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada", 'inilah tangan
yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya'.
***
Rasulullahl tidak pernah mencium tangan para Pemimpin Quraisy,
tangan para Pemimpin Khabilah, Raja atau siapapun. Sejarah mencatat hanya
putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium oleh
Rasulullah. Padahal tangan tukang batu yang dicium oleh Rasulullah justru
tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, kapalan, karena membelah batu dan
karena kerja keras.
Suatu ketika seorang laki-laki melintas di
hadapan Rasulullah. Orang itu di kenal sebagai pekerja yang giat dan tangkas.
Para sahabat kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti dilakukan
orang itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah (Fi sabilillah), maka alangkah
baiknya.” Mendengar itu Rasul pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi
anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk
menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah;
kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta,
maka itu fi sabilillah.” (HR Thabrani)
Orang-orang yang pasif dan malas bekerja,
sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah kehilangan sebagian dari harga
dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi mundur. Rasulullah
amat prihatin terhadap para pemalas.
”Maka apabila telah dilaksanakan shalat,
bertebaranlah kam di muka bum; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. Al-Jumu’ah 10)
”Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai
hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi ini”. (QS
Nuh19-20)
***
”Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)
”Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)
”Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud, selalu makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)
”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)
”Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang dijaIan Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)
”Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)
”Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)
”Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud, selalu makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)
”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)
”Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang dijaIan Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)
Kisah Rasulullah dan
Seorang Badui
PADA suatu masa, ketika Nabi Muhammad SAW sedang
tawaf di Kaabah, baginda mendengar seseorang di hadapannya bertawaf sambil
berzikir: “Ya Karim! Ya Karim!”
Rasulullah SAW meniru zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!”
Rasulullah SAW meniru zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!”
Orang itu berhenti di satu sudut Kaabah dan
menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!” Rasulullah yang berada di belakangnya
menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!”
Orang itu berasa dirinya di perolok-olokkan, lalu menoleh ke belakang dan dilihatnya seorang lelaki yang sangat tampan dan gagah yang belum pernah di lihatnya.
Orang itu berasa dirinya di perolok-olokkan, lalu menoleh ke belakang dan dilihatnya seorang lelaki yang sangat tampan dan gagah yang belum pernah di lihatnya.
Orang itu berkata, “Wahai orang tampan, apakah
engkau sengaja mengejek-ngejekku, karena aku ini orang badui? Kalaulah bukan
karena ketampanan dan kegagahanmu akan kulaporkan kepada kekasihku, Muhammad
Rasulullah.”
Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah
SAW tersenyum lalu berkata:
“Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang
Arab?”
“Belum,” jawab orang itu.
“Jadi bagaimana kamu beriman kepadanya?” tanya
Rasulullah SAW.
“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya,
sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya walaupun
saya belum pernah bertemu dengannya,” jawab orang Arab badwi itu.
Rasulullah SAW pun berkata kepadanya: “Wahai
orang Arab, ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat.”
Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang,
seperti tidak percaya kepada dirinya lalu berkata, “Tuan ini Nabi Muhammad?”
“Ya,” jawab Nabi SAW.
Dengan segera orang itu tunduk dan mencium
kedua-dua kaki Rasulullah SAW.
Melihat hal itu Rasulullah SAW menarik tubuh orang Arab badwi itu seraya berkata, “Wahai orang Arab, janganlah berbuat seperti itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh seorang hamba sahaya kepada tuannya. Ketahuilah, Allah mengutus aku bukan untuk menjadi seorang yang takabur, yang minta dihormati atau diagungkan, tetapi demi membawa berita gembira bagi orang yang beriman dan membawa berita menakutkan bagi yang mengingkarinya.”
Ketika itulah turun Malaikat Jibril untuk membawa berita dari langit, dia berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Katakan kepada orang Arab itu, agar tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di Hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil mahupun yang besar.”
Melihat hal itu Rasulullah SAW menarik tubuh orang Arab badwi itu seraya berkata, “Wahai orang Arab, janganlah berbuat seperti itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh seorang hamba sahaya kepada tuannya. Ketahuilah, Allah mengutus aku bukan untuk menjadi seorang yang takabur, yang minta dihormati atau diagungkan, tetapi demi membawa berita gembira bagi orang yang beriman dan membawa berita menakutkan bagi yang mengingkarinya.”
Ketika itulah turun Malaikat Jibril untuk membawa berita dari langit, dia berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Katakan kepada orang Arab itu, agar tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di Hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil mahupun yang besar.”
Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian
pergi. Orang Arab itu pula berkata, “Demi keagungan serta kemuliaan Tuhan, jika
Tuhan akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat
perhitungan denganNya.”
Orang Arab badwi berkata lagi, “Jika Tuhan akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran magfirahNya. Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa luasnya pengampunanNya. Jika Dia memperhitungkan kebakhilan hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa dermawanNya.”
Orang Arab badwi berkata lagi, “Jika Tuhan akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran magfirahNya. Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa luasnya pengampunanNya. Jika Dia memperhitungkan kebakhilan hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa dermawanNya.”
Mendengar ucapan orang Arab badwi itu, maka
Rasulullah SAW pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab
badwi itu sehingga air mata meleleh membasahi janggutnya.
Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya
berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan
berfirman: “Berhentilah engkau daripada menangis, sesungguhnya karena
tangisanmu, penjaga Arasy lupa bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga ia
bergoncang. Sekarang katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan
menghisab dirinya, juga tidak akan menghitung kemaksiatannya. Allah sudah
mengampunkan semua kesalahannya dan akan menjadi temanmu di syurga nanti.”
Betapa sukanya orang Arab badwi itu, apabila
mendengar berita itu dan menangis karena tidak berdaya menahan rasa terharu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar